Senin, 02 Juni 2014

Resensi Film | 127 Hours



Apa yang terjadi ketika seorang remaja berpetualang sendirian untuk lari dari berbagai masalahnya, dan ia terjebak untuk bertahan hidup selama 127 jam?

Perjuangan untuk melanjutkan hidup, dan pengalaman mengerikan yang membuat sang petualang menemukan arti hidupnya ini terjadi secara nyata pada Aron Ralston. Film yang penuh inspiratif ini diceritakan kembali oleh sutradara Danny Boyle dalam film “127 Hours”.

Pemerannya aktor tampan James Franco.



Walau dirilis pada tahun 2010, tapi film yang mendapat enam nominasi Academy Awards ini benar-benar menginspirasi banyak anak muda. Tidak hanya untuk lebih menghargai kehidupan dan keluarga, tapi juga untuk lebih optimis dan cerdas dalam bertahan hidup walaupun sudah berada di ujung kematian.

Cerita dimulai ketika Aron, remaja yang hobi mendaki dan melakukan hal gila pergi sendirian ke Blue John Canyon, di Utah. Ia pergi tanpa mengabarkan siapapun. Laiknya para pendaki yang berpengalaman, ia pergi dengan berbagai persiapan dan perlengkapan yang sangat lengkap, serta perhitungan matang akan segala jadwal kegiatan dalam perjalanannya.

Satu hal yang membuat ia lengah, pisau Swiss Army tajam andalanya yang tidak terbawa, tertukar dengan pisau lipat kecil yang tumpul.

Dengan kelihaiannya, Aron berhasil menyebrangi banyak tebing yang curam. Bahkan dengan petualangan Aron ini, kita bisa menikmati keindahan Blue John Canyon, baik dari struktur bebatuan, hingga air terjun di dalamnya. Sayangnya, selihai-lihainya seorang manusia jika ceroboh pasti akan tergelincir. Itulah yang terjadi pada Aron ketika secara tidak terduga terperosok ke dalam tebing yang dalam, dan batu besar dengan berat sekitar 360 Kg menjepit pergelangan tangan kanannya.

Disinilah masalah tiba. Tidak ada satu orangpun yang berada di lembah itu, dan ia berada terperosok sangat jauh. Berteriakpun percuma, suaranya tidak terdengar hingga ke atas. Sialnya, dengan segala cara yang Aaron lakukan batu itu tetap tidak bergeming. Tetap diam menjepit tangannya.

Dengan pikiran yang sangat dingin, Aron berfikir cerdas untuk bertahan dan menyelamatkan diri. Mulai dari menjadwal bekal makanan dan minuman, serta membuat perlindungan diri dari tali dan tenda. Itupun dilakukan dengan satu tangan. Ia juga menggunakan semua peralatannya untuk membebaskan tangannya.

Sayangnya, segala cara dilakukan tidak juga berhasil. Aron hampir menyerah dan merasa hidupnya hanya sampai di sini. Ia kemudian teringat kepada mantan kekasih dan semua keluarganya, terutama ibunya yang terus menerus mengkhawatirkannya. Rasa bersalah pun muncul. Ia bahkan sempat mengalami delusi dan halusinasi. Air minumnya juga mulai habis sehingga Aron terpaksa meminum air seninya sendiri. Luka di tangannya mulai membusuk dan badannya semakin lemah. Ia juga terkena dehidrasi dan hipotermia.

Untungnya Aron sangat kuat, dan tetap berusaha untuk mempertahankan kesadarannya.

Tidak ada jalan lain, satu-satunya cara bagi Aron adalah memotong pergelangan tangannya. Ia menyiapkan segala peralatan yang bisa digunakan. Sayangnya, ia salah membawa pisau lipat. Dengan terpaksa Aron menggunakan pisau lipat tumpul untuk memotong tangannya. Akhirnya ia mengikat bagian pergelangan tangan yang siap untuk dipotong, dan ditusukannya pisau tumpul itu ke dalam daging tangannya. Rasa sakit tak tertahankan dari sayatan-sayatan kecil sangat menyiksanya, tapi Aron tetap bertahan.

Akhirnya, dengan penuh perjuangan dan kenekatan ia berhasil memotong tangannya. Aron langsung meloncati lembah untuk segera keluar dari tempat ia terjebak, namun tak kunjung menemukan orang yang bisa menolongnya. Ia hanya menemukan genangan air kotor yang digunakannya untuk minum dan mencuci muka.

Beruntung ada sebuah keluarga yang lewat dan membantunya. Di sanalah akhirnya Aron mendapat pertolongan. Aron sendiri kini telah menikah dan tetap menjalani kehidupannya sebagai pendaki professional walau dengan satu tangan

=================================================

Hubungan dengan Materi IBD

film ini berhubungan dengan materi manusia dan penderitaan dimana dalam film ini terkisah tentang penderitaan yang diderita oleh tokoh dalam film ini. 
dimana definisi dari penderitaan antaralain Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau batin, atau lahir batin.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat ada juga yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat-tidalmya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenilcmatan dan kebahagiaan.
Penderitaan akan dialami oleh semua orang, hal itu sudah merupakan “risiko” hidup. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tetapi juga memberikan penderitaan atau kesedihan yang kadang-kadang bennakna agar manusia sadar untuk tidak memalingkan dariNya. Untuk itu pada umumnya manusia telah diberikan tanda atau wangsit sebelumnya, hanya saja mampukah manusia menangkap atau tanggap terhadap peringatan yang diberikanNya? . Tanda atau wangsit demikian dapat berupa mimpi sebagai pemunculan rasa tidak sadar dari manusia waktu tidur, atau mengetahui melalui membaca koran tentang terjadinya penderitaan. Kepada manusia sebagai homo religius Tuhan telah memberikannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar